Ditulis Oleh: Bepe
waktu: 6 December 2010
Dalam paragraf terakhir salah satu artikel saya (Special treatment for special person - 2008) ,
terdapat sebuah kalimat yg berisi demikian.“
Itu adalah komitmen saya sejak pertama kali saya di beri kehormatan menggunakan seragam kebesaran merah - putih 9th lalu. Dan satu hal
lagi , saya siap menerjang apapun badai yg akan menerpa saya , karena - Saya Bukan Seorang Pengecut …!!!
Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas sebuah kata dalam kutipan kalimat diatas, yaitu
komitmen 9th yg lalu (Saat artikel tersebut saya tulis) atau 11th yg lalu (Saat saya menulis artikel ini). Sebuah peristiwa yg sejujurnya ringan, akan tetapi memberikan makna yg sangat dalam bagi pribadi saya, karir saya, cara saya berpikir serta karakter
saya dalam menjalani pekerjaan sebagai pemain sepakbola. .
Dan di bawah ini adalah ceritanya :
“ Once , when i was young and started to play football, my bigest dream was to wear the red - white colour jersey and play for my country.
And that dream remains , until now”
S epulang bermain untuk timnas Indonesia di ajang Sea Games 1999 di Brunei Darussalam, saya menyempatkan diri pulang dan sowan pada kedua orang tua saya di Getas, Kec pabelan, Kab semarang. Saat itu, dua minggu menjelang Liga
Indonesia VI di bergulir. Mengingat saya belum mempunyai klub, maka saya memutuskan untuk beristirahat dulu di kampung halaman …
A da satu hal yg unik dalam perjalanan karir saya sebagai pemain sepakbola, hal unik yg mungkin tidak akan pernah dialami oleh pemain sepakbola lain republik ini. Yaitu , saat pertama kali saya bermain untuk tim nasional Indonesia , status saya masih sebagai pemain amatir ( Belum bermain di
liga Indonesia ). Saat itu saya baru saja lulus dari kelas 3 IPS 2 , di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Salatiga. Sebagai pemain sepakbola, saya hanya
berstatus sebagai pemain dari Diklat Sepakbola Salatiga…
Saya mendapat kehormatan tersebut, karena dalam ajang piala asia usia 19th dan pra olimpiade saya tampil cukup impresif. Kebetulan saat itu, timnas U 19, timnas pra olimpiade dan timnas
senior di kepalai oleh seorang pelatih yg sama, yaitu pelatih asal Jerman yg bernama Bernard schoem…
D alam artikel saya (Diskusi via Twitter part one - 2009 ), saya sempat menyebutkan bahwa , salah satu hal yg paling saya sukai dari pelatih asing
adalah, seorang pelatih asing selalu berani memberi kesempatan pada para pemain muda untuk unjuk kebolehan. Mereka selalu berpikir jauh
ke depan dengan menyiapkan pemain-pemain muda, agar regenerasi dan keseimbangan sebuah tim terjaga dengan baik..
Dalam ajang Sea Games tersebut, banyak ilmu dan pengalaman yg saya dapat, karena saat itu saya mendapat kesempatan untuk bermain dalam
satu tim bersama pemain-pemain kelas satu di negeri ini. Sebut saja Bima sakti , Widodo C Putra (assisten pelatih tim nas saat ini) , Aji Santoso, Anang Ma’ ruf, Nur alim, Bejo Sugiantoro , Rochy
Putiray , I Komang Putra , Hendro kartiko, Ali Sunan, Uston Nawawi, Agung Setyabudhi dll (Sangat di
sayangkan Kurniawan D .J tidak berada dalam tim). Ketika itu kami berhasil membawa pulang medali perunggu, setelah mengalahkan Singapura di
perebutan tempat ke tiga , melalui adu pinalty..
Sepulang dari ajang Sea Games 1999 tersebut, banyak hal yg berubah dalam kehidupan sehari - hari saya . Secara pribadi sejujurnya saya merasa tidak berubah, yg berubah adalah hal- hal di sekitar diri saya. Orang- orang mulai menegur saya ketika saya tengah berjalan, mereka tersenyum ramah
kepada saya , ada beberapa yg meminta tanda tangan, akan tetapi tidak banyak atau boleh
dikatakan jarang yg meminta berfoto bersama, karena saat itu tehnologi yg bernama handphone belum menjamur seperti saat ini , bahkan saat itu sayapun belum mempunyai ponsel pribadi …
Ketika berlibur di kampung halaman , saya banyak mengabiskan waktu saya berkumpul bersama orang tua dan saudara- saudara saya. Tidak lupa,
saya juga menyempatkan diri untuk bermain kembali dengan sahabat- sahabat sepermainan saya, baik teman sekampung , sahabat di sekolah
maupun rekan-rakan saya di Diklat salatiga…
Suatu hari saya pulang larut malam , kira-kira pukul 11 malam saya sampai di rumah. Saat itu saya pulang bersama seorang teman yg bernama Wasis
Budiman, seorang pemain Diklat salatiga yg berasal dari kota Rembang, boleh di katakan dia adalah sahabat saya yg paling dekat…
Jarak Salatiga dengan Getas kira -kira memakan waktu 15 menit, saat itu kami berdua mengendarai sepeda motor Honda mega pro milik ayah saya .
Wasis memegang kendali kemudi, sedang saya duduk di belakang sebagai penumpang (Sekedar untuk di ketahui , saat itu saya belum bisa menaiki
sepeda motor, saya baru bisa mengendarai sepeda motor di usia 29th hehehe)..
Maka selama 15 menit, kamipun memacu sepeda motor tadi dengan kencangnya membelah suasana malam yg gelap , sunyi dan sangat dingin.
Perjalanan itu sendiri terasa cukup mencekam, karena untuk sampai ke desa saya, kami harus melewati hamparan sawah yg luas serta dua buah pemakaman yg sudah cukup tua . Bagi mereka yg tidak terbiasa, saya yakin rasa takut akan datang
menghampiri, akan tetapi bagi kami orang-orang kampung seperti saya , suasana tadi adalah salah satu daya tarik yg malah sampai saat ini selalu
ingin saya ulangi kembali…
Sesampainya dirumah , kopi panas adalah hal pertama yg kami cari . Teras depan rumah orang tua saya, kami pilih menjadi tempat untuk menikmati kopi tubruk tersebut . Beberapa pisang
goreng sisa tadi sore, terasa sangat nikmat dan pas untuk menjadi teman si kopi hitam yg kental tadi…
Sambil mengunyah pisang goreng dan
menyeruput kopi panas, saya dan Wasis pun berbincang bincang ringan, membahas hal - hal yg lazimnya di bahas oleh anak- anak muda seusia
kami . Hal tersebut membuat kami sesekali tertawa terkekeh -kekeh di tengah kesunyian malam tersebut. Bahkan beberapa kali , petugas ronda yg kebetulan lewat di depan rumah sayapun memperingatkan kami , tentunya sembari bercanda, karena mereka adalah teman- teman
saya juga..
Jam Guess palsu ditangan kanan saya sudah menunjukkan pukul 00: 45 pagi saat kami berdua memutuskan untuk beristirahat. Saat berjalan memasuki rumah , saya sempat terperanjat karena
melihat sesuatu yg baru di ruang tamu . Di keremangan ruangan , nampak sebuah pigura kaca besar terpasang di salah satu sudut ruangan ini .
Barang ini tidak pernah ada sebelumnya , maka secara reflek sayapun berjalan menghampiri
pigura tersebut. .
Setelah saya perhatikan dengan seksama ternyata pigura kaca tersebut berisi jersey tim nasional yg saya kenakan di perhelatan Sea Games yg lalu.
Tanpa sepengetahuan saya , ternyata ayah saya telah memesan sebuah figura untuk memajang jersey tersebut . Mungkin itu adalah ungkapan rasa
bangga dari seorang ayah yg anaknya mendapat kesempatan membela negaranya..
Saat itu saya mempersilahkan Wasis untuk berangkat tidur terlebih dahulu . Agar nampak lebih jelas lampu ruang tamupun saya nyalakan, maka sekarang nampak jelas sebuah baju tim
nasional berwarna merah dengan motif garis horizontal putih serta bernomor 20 di bagian dada. Bagian depan baju ini penuh dengan tanda
tangan seluruh anggota squad tim nasional saat itu. Di bagian tengah , terdapat tanda tangan kapten kesebelasan saat itu, yaitu Bima Sakti
beserta tulisan “ Semoga Sukses buat Bambang” di bagian bawah namanya..
Itu adalah jersey pertama saya bersama tim nasional Indonesia, jersey itu memiliki nilai sejarah yg sangat tinggi dalam perjalanan karir sepakbola
saya. Saya ingat, ketika pertama kali saya
menunjukkan jersey tersebut kepada ayah saya, dengan semangat ayah saya langsung mengenakannya , bahkan menggunakan nya untuk bermain tenis bersama rekan-rekan sekantor
beliau di sore harinya. Dengan bangganya ayah saya menceritakan setiap detail tanda tangan pemain nasional yg ada di atas jersey tersebut ..
D ari raut muka ayah saya , nampak sekali jika beliau sangat bangga memakai seragam tersebut .
Bahkan saya melihat, mungkin melebihi
kebanggaan saya sendiri ketika mengenakannya .
Terlihat sedikit norak dan kampungan memang, akan tetapi menurut pendapat saya, itulah sebuah
ungkapan perasaan yg spontan dan jujur dari ayah saya. .
Setelah saya perhatikan dengan seksama , ternyata pigura ini sedikit kurang simentris dalam pemasangannya , salah satu ujungnya nampak lebih tinggi dari sisi yg lain , maka dengan segera sayapun membetulkan letak pigura tersebut .
Malam itu, sambil memandang jersey tersebut sayapun berjanji dalam hati. Sebuah janji yg akan selalu saya pegang, sampai saatnya nanti saya
harus berhenti . Iya, sampai saatnya nanti saya harus berhenti ..
Saya berjanji untuk selalu berusaha menepati dan menyanggupi setiap panggilan dari tim nasional
Indonesia, apapun keadaannya . Saya akan selalu berusaha untuk datang tepat waktu, memberikan kemampuan terbaik saya , serta memberikan
dedikasi tertinggi saya kepada pasukan garuda, dalam apapun kendalanya. .
“Kemampuan saya mungkin akan berangsur surut seiring dengan berjalannya waktu, ketajaman saya sebagai seorang striker mungkin lambat laun akan memudar seiring
dengan berkembangnya permainan sepakbola itu sendiri. Akan tetapi “ TIDAK” dengan komitmen dan dedikasi saya kepada tim merah - putih. TIDAK AKAN PERNAH BERUBAH…!!!”
Di belahan dunia manapun, bermain untuk tim nasional adalah puncak dari karir seorang pesepakbola, tidak ada yg dapat memungkiri itu .
Memakai jersey merah- putih adalah perpaduan antara sebuah tanggung jawab dan kebanggan yg luar biasa . Sebuah kebanggan yg tidak akan
pernah dapat di nilai dengan sekedar sebuah mata uang ..
Menyayikan lagu Indonesia Raya bersama puluhan ribu pendukung garuda , merupakan sebuah
pengalaman yg tidak akan pernah dapat dilukiskan dengan kata- kata (Baca : Artikel ketika sebuah lagu menyadarkan saya - 2008 ).
Saya akan selalu berusaha menghayati dan menyanyikan lagu tersebut dengan lantangnya , dalam setiap
penampilan saya bersama tim nasional Indonesia. Sebuah rasa kebanggaan yg hanya akan anda pahami, ketika anda mengalaminya sendiri ..
Sebagai pemain, ada sebuah prinsip yg akan selalu saya pegang dalam karir sepakbola saya.
Yaitu, saya akan selalu berusaha memberikan kemampuan terbaik saya dan mensupport tim baik di atas lapangan, dari bangku cadangan
maupun dari tribun penonton. .
T erkadang kita harus mampu mengesampingkan ego pribadi demi keutuhan tim, karena kebutuhan
tim diatas segalanya, apalagi hal tersebut menyangkut kepentingan negara. bagi saya, apapun keputusan pelatih adalah bersifat mutlak
dan tidak dapat di ganggu gugat. Sebuah keputusan yg harus di hormati oleh seluruh komponen di dalam tim , karena memang begitulah cara kerja orang-orang profesional..
S aya selalu berusaha menjaga hubungan profesional secara baik dengan siapapun pelatih yg
menangani saya bersama tim nasional . Dan sejujurnya , itu merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan saya bertahan selama 11 th, tampil sebanyak 81 kali dan mencetak 37 gol untuk negara yg sangat saya cintai ( Sampai saat ini). .
Seperti halnya pigura kaca tersebut , yg sampai dengan saat dimana saya menulis artikel ini, masih menempel dengan kokoh di tempat yg sama dan
tidak bergerak sedikitpun . Maka sampai detik ini, keyakinan, komitmen dan dedikasi saya juga tidak
bergerak dan berkurang sedikitpun , tidak akan pernah berkurang kawan , sampai kapanpun. Saya tidak akan berhenti bermain untuk tim nasional ,
sampai suatu saat nanti , tenaga dan pikiran saya tidak dibutuhkan lagi oleh pelatih tim nasional..
“ Cepat atau lambat , jersey merah - putih ini pasti akan tanggal dari badanku. Akan tetapi satu hal yg pasti , lambang garuda itu akan tetap melekat di dada kiriku, tinggal disana sampai
akhir hayatku ”
One faith, one flag, one mission, one heart and one love for INDONESIA ..
Selesai..
sumber
bambangpamungkas20.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar