Penulis: bepe, 17 March 2011
Hotel Saung Bilik, Soreang, Kab
Bandung: 17 Maret 2011..
Waktu jam tangan Polar saya
menunjukkan pukul 19:12 WIB, ketika
saya mulai menulis aretikel ini. Saat ini
hujan rintik-rintik tengah turun
membasahi daerah dimana saya atau
tim Persija Jakarta (Lebih tepatnya)
menginap. Suara gemericik laju air yg
berasal dari sebuah sungai tidak jauh
dari hotel ini, menjadi irama sehati
untuk mengarungi kesejukan cuaca
Soreang malam ini...
Seperti yg kita ketahui bersama, besok
(18 maret 2011) saya bersama Persija
jakarta akan menghadapi sebuah
partai klasik dalam lanjutan liga super
Indonesia, menghadapi tuan rumah
Persib Bandung. Sebuah partai yg
sarat akan emosi serta kental akan
aroma persaingan dari kedua klub, yg
memang sudah terjadi sejak lama.
Sebuah pertarungan penuh gengsi, yg
tidak jarang akan merembet hingga
keluar dari kotak berukuran 90 X 110
Meter, bernama lapangan sepakbola...
Malam ini, ditemani setermos bandrek
(Minuman khas tanah pasundan) dan
suara gemericik air hujan yg menerpa
genteng penginapan, saya ingin
sedikit menarik kebelakang pada
peristiwa-peristiwa yg pernah saya
alami, selama saya membela panji
Persija Jakarta dan bermain
menghadapi Persib Bandung.
Beberapa peristiwa, yg sesungguhnya
lebih mirip seperti situasi perang
dalam film-film, akan tetapi sangat
disayangkan jika hal tersebut memang
menjadi sebuah hal yg nyata...
Akan saya mulai cerita ini, dengan
pengalaman saya saat pertama kali
mendapat kesempatan untuk
merasakan, panasnya atmosfer
persaingan antar dua klub besar
negeri ini, yaitu Persija jakarta (Macan
kemayoran) dan Persib Bandung
(Maung Bandung)...
Partai pertama saya menghadapi
Persib Bandung, terjadi kira-kira 11 th
yg lalu tepatnya pada musim
1999/2000 atau Liga Indonesia ke VI.
Saat itu pertandingan di gelar di
sebuah lapangan milik angkatan darat
(Saya lupa nama lapangan tersebut),
mengingat Persib Bandung tengah
menjalani partai usiran karena sesuatu
hal. Saya ingat betul, ketika itu Persib
Bandung masih di perkuat oleh
beberapa nama yg sangat tenar di
blantika dunia persepakbolaan
Indonesia, khususnya Bandung dan
Jawa Barat..
Dibawah mistar ketika itu, masih dijaga
oleh seorang kiper kawakan yg
bernama Sanusi Anwar (Saat ini
menjadi assisten pelatih kiper Persib
Bandung). Dibarisan belakang sendiri,
terdapat duet pemain belakang yg
terkenal keras, lugas dan tanpa
kompromi, yaitu Yadi Mulyadi dan Heri
Setiawan. Yusuf Bachtiar masih
menjadi andalan di lini tengah Persib
Bandung pada masa itu. Sedang di lini
depan, bercokol sebuah nama yg
masih menjadi momok menakutkan
bagi tim-tim lawan ketika itu, yaitu
Sutiono Lamso...
Sedang kami sendiri Persija Jakarta,
ketika itu bermaterikan gabungan
antara pemain muda serta pemain-
pemain senior yg juga cukup malang
melintang di kancah sepakbola negeri
ini. Diantara squad Persija Jakarta
ketika itu adalah, M. Halim dibawah
mistar, Nur'alim, Suwandhi H.S,
Warsidi (Belakang). Anang Ma'ruf,
Budiman Yunus, Luciano Leandro,
Imran Nahumaruri, Dedi Umarela
(Tengah). Dan Widodo C Putra serta
saya sendiri (Bambang Pamungkas) di
barisan depan..
Saya ingat betul, ketika itu kami
berhasil memukul Persib Bandung
dengan skor 2 - 3, melalui dua gol
saya dan satu gol dari Widodo C
Putra. Pertandingan sendiri berjalan
dengan sangat keras bahkan
menjurus kasar, entah berapa banyak
kartu kuning yg harus keluar dari
kantong wasit ketika itu, baik untuk
pemain Persib Bandung maupun
Persija Jakarta. Itu adalah pengalaman
pertama saya, saat merasakan laga
sakral liga Indonesia yg bertajuk "Duel
Dua Macan" (Maung Bandung VS
Macan Kemayoran...
Sebelas tahun sudah pertandingan
tersebut berlalu. Memang sudah sejak
lama Persija Jakarta dan Persib
Bandung mempunyai hubungan yg
kurang harmonis, baik didalam
maupun di luar lapangan. Akan tetapi
di masa-masa itu, kami (Pemain
Persija) masih dapat menginap di
dalam kota Bandung (Hotel Naripan)
sehingga masih dapat menikmati
indahnya kota kembang. Bahkan kami
masih dapat berjalan-jalan ke
Bandung Indah Plaza untuk sekedar
mencuci mata, atau bahkan menikmati
beberapa kuliner dari kota Bandung
yg memang terkenal akan
kelezatannya...
Akan tetapi beberapa tahun
belakangan ini, nampaknya hal
tersebut sudah hampir mustahil untuk
dapat kembali terulang. Jangankan
untuk berjalan-jalan di kota Bandung,
untuk tinggalpun saat sekarang ini
kami harus mencari penginapan yg
jauh dari keramaian kota. Hal itupun
masih harus di tambah lagi, dengan
pengawalan extra ketat dari pihak
kepolisian, yg bertujuan untuk
memastikan keselamatan dari seluruh
anggota tim. Saya yakin jika hal
tersebut, juga dialami oleh tim Persib
Bandung ketika mereka bertandang ke
ibukota Jakarta...
Berangkat maupun pulang dari
stadion menaiki mobil rantis atau
terkadang Humvee milik angkatan
darat, bukanlah pemandangan yg
aneh beberapa tahun belakangan ini.
Sebagai pemain Persija, kami pernah
mengalami bus yg kami tumpangi
pecah kaca di seluruh bagian bus,
akibat lembaran batu dari pendukung
Persib, hingga beberapa pemain
mengalami luka berdarah akubat
terkena pentalan serpihan kaca. Kami
sempat harus menunggu hingga
pukul 9 malam di dalam stadion,
hingga akses jalan menuju
penginapan steril dari para pedukung.
Bahkan kami juga pernah harus
diungsikan ke sebuah KOREM untuk
menghindari amuk massa, saat kami
berhasil menumbangkan Persib di
Siliwangi...
Di sisi lain saya ingat betul ketika pada
musim 2007, pemain Persib Bandung
ketika itu Riduan Barkouwi dan
Cristian Bekamenga menolak untuk
bermain, karena menerima teror
berupa lembaran batu ke bus yg
mereka tumpangi selama dalam
perjalanan menuju stadion Lebak
Bulus. Bahkan saya sendiri yg ketika itu
tidak bermain karena cedera,
berinisiatif untuk memasuki lorong
pemain persib dan membujuk mereka
berdua agar mau bermain. Bahkan
sempat terjadi sebuah peristiwa di
tahun 2005, ketika tim Persib Bandung
tidak hadir ke lapangan (WO) dan
memilih untuk pulang ke Bandung,
karena khawatir dengan keselamatan
mereka jika harus bertanding di Lebak
Bulus...
Dan hal yg paling menyedihkan terjadi
di tahun 2010, tepatnya di perhelatan
Piala AFF Jakarta kemarin. Ketika salah
satu sahabat saya menulis di twitter
mengenai terjadinya pemukulan
terhadap seorang pendukung merah-
putih, yg ketika itu tengah
menggunakan seragam tim nasional
bernomor 9 bernama Gonzales, oleh
oknum yg tidak bertanggung jawab.
Entah siapa yg melakukan dan dengan
alasan apapun, jelas pemukulan
tersebut sudah jauh keluar dari batas-
batas etika dan kewajaran...
Apapun alasannya, mereka adalah
sama-sama pendukung tim nasional
Indonesia. Dan berasal dari tim
manapun, kami adalah anak-anak
bangsa yg bermain untuk membela
satu bendera, yaitu bendera
Indonesia. Walaupun Cristian
Gonzales sendiri sejatinya berasal dari
Uruguay, akan tetapi saat ini dia
adalah bagian dari bangsa kita, dan
juga bermain untuk membela panji
merah-putih...
Maka sudah seyogyanya dan
sewajarnya, jika nama Gonzales juga
dielu-elukan oleh pendukung merah-
putih di seantero negeri ini. Sehingga
tidak ada hal yg salah maupun aneh,
ketika seseorang penonton datang ke
stadion menggunakan baju bernama
dan bernomor punggung pemain
tersebut (Cristian Gonzales). Sama
halnya ketika pendukung yg lain
datang menggunakan seragam
merah-putih bernama Irfan, Firman,
Okto, Maman, Hamka maupun nama
saya sendiri...
Sudah seburuk itukah mental
supporter sepakbola di negeri ini..??
Pertanyaan itu seketika menyeruah di
benak saya, ketikapertama kali
mendengar peristiwa tersebut. Apakah
sudah sedemikian sempitnya cara
berpikir supporter-supporter kita,
sehingga sudah tidak dapat lagi
membedakan fanatisme kedaerahan,
dengan nasionalisme kita dalam
berbangsa dan bernegara..?? Tentu
hal tersebut menjadi sesuatu yg
teramat sangat patut untuk
disayangkan...
Masih melekat dalam benak saya,
ketika saya mendapat cemoohan dari
seluruh penonton yg berada di
stadion Siliwangi, ketika Indonesia
menjamu Maladewa dalam sebuah
partai ujicoba menjelang AFF 2010
digelar. Ketika itu, penonton satu
stadion memaki saya dengan kata-kata
yg kurang nyaman untuk didengar,
hanya karena saya adalah pemain yg
berasal dari Persija Jakarta. Padahal
ketika itu saya bermain atas nama
Indonesia, tim yg mereka dukung dan
membuat mereka datang ke stadion.
Bahkan beberapa penonton yg duduk
di dekat lorong menuju ruang ganti
tim nasional, sempat meludah ketika
saya berjalan memasuki ruang ganti.
Dalam koferensi pers setelah
pertandingan usai, Afred Riedl sendiri
sempat menyayangkan perlakuan
kasar supporter kota Bandung
tersebut terhadap diri saya..
Beberapa minggu kemudian, dalam
lanjutan liga Indonesia, Persija
bertemu dengan Persib di Stadion
Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Ketika itu Persija dapat mengalahkan
Persib dengan skor yg cukup telak
(3:0), melalui gol dari Greg, Aliyudin
dan saya sendiri. Dalam konferensi
pers setelah pertandingan, seorang
wartawan mengajukan sebuah
pertanyaan yg sejujurnya ditujukan
dengan sengaja untuk memancing
komentar emosional saya...
Sebuah pertanyaan yg berisi
dekian:
# Bambang apakah gol ke gawang
Persib tadi menjadi bukti, atau
menjawab cemoohan pendukung
Persib yg sempat mencaci-maki
anda saat bermain di Bandung
beberapa waktu yg lalu..??
Saat itu inilah jawaban saya:
* Saya tidak ingin membuktikan
apapun kepada siapapun, apa yg
saya lakukan hari ini adalah murni
menjadi tugas saya. Di Bandung
beberapa waktu yg lalu, saya
memang mengalami sutuasi yg
kurang mengenakkan. Akan tetapi
perlu di ingat, bahwa saat itu saya
bermain untuk tim nasional
Indonesia, itu artinya mereka
sesunggungnya adalah juga
pendukung saya. Saya yakin jika
ketika itu mereka tengah
mendukung saya, akan tetapi
mungkin dengan cara yg sedikit
berbeda hehehe. Jadi rasanya
akan menjadi hal yg kurang baik,
jika hal tersebut terlalu di besar-
besarkan...
Bagi rekan-rekan wartawan yg hadir
dalam sesi konferensi pers ketika itu,
saya yakin jika anda sekalian pasti
ingat betul dengan jawaban saya
diatas...
Apa yg ingin saya sampaikan dalam
tulisan ini adalah. Sampai kapan kita
(Pendukung Persib Bandung dan
Persija Jakarta) akan terus berlaku
demikian..?? Apakah kita harus
menunggu hingga beberapa korban
lagi berjatuhan, agar kita segera sadar
dan mengakhiri permusuhan yg
sesungguhnya tidak beradab ini..??
Tidak sadarkah kita jika kebrutalan
anda sekalian (Para Supporter)
tersebut, sudah sampai kepada tahap
yg menggangu kenyamanan
masyarakat..??
Dunia persepakbolaan kita ini
sudahlah cukup carut-marut dengan
segala macam permasalahan yg
terjadi. Maka janganlah lagi, ditambah
dengan kerusuhan-kerusuhan
supporter yg tidak jelas juntrungannya
tersebut. Fanatisme kedaerahan atau
kepada sebuah tim yg berasal dari
daerah kita memang wajib untuk
dijaga, akan tetapi alangkah
bijaksananya jika hal tersebut tidak
sampai melanggar norma-norma, hak
asasi serta hukum yg ada di negara
kita tercinta ini...
Diantara pemain dari kedua belah tim
sendiri, sebenarnya tidak pernah
terjadi gesekan yg berarti. Dalam
banyak kesempatan kami sering
makan bareng, ngopi sama-sama
bahkan saling bercanda-tawa, karena
kami sadar betul jika permusuhan
kami cukup hanya sebatas diatas
lapangan saja, saat membela bendera
klub masing-masing. Diatas lapangan,
kami memang berseteru, saling
dorong, saling jegal bahkan tidak
jarang terdapat ketegangan disana.
Akan tetapi itu semua, murni karena
rasa tanggung jawab dan
profesionalisme kami, dalam menjalani
profesi kami sebagai pemain
sebakbola, "Tidak lebih dan tidak
kurang"...
Bagi pemain sendiri, sebuah
kekelahan atau kemenangan memang
sudah menjadi hal yg biasa terjadi
dalam profesi yg kami tekuni ini.
Terkadang beberapa kekalahan
maupun kemenangan memang patut
diapresiasi dengan sedikit rasa
emosional. Akan tetapi kami juga akan
segera dengan cepat melupakan
kekalahan atau kemenangan tersebut,
mengingat masih banyak
pertandingan-pertandingan lain yg
menunggu kami di keesokan harinya,
yg tentunya juga membutuhkan
persiapan serta konsentrasi yg baru...
Sedangkan bagi supporter sendiri,
terkadang sebuah kekalahan seringkali
di sikapi dengan terlalu berlebihan,
sehingga tidak jarang menjurus
kepada hal-hal yg bersifat anarkis.
Padahal tanpa mereka sadari,
tindakan mereka tersebut pada
akhirnya dapat merugikan tim
kebanggan mereka sendiri...
Siapa yg rugi jika sebuah partai
kandang harus dimainkan tanpa
adanya penonton..?? Siapa pula yg
tidak merasa kecewa jika tidak dapat
menyaksikan partai kandang tim
kesayangan kita, karena harus
dipindahkan ke tempat netral..??
Belum lagi kerugian-kerugian yg harus
tim kesayangan mereka bayar, jika
sampai para supporter merusak
fasilitas yg ada di dalam stadion
mereka sendiri. Seharusnya hal
tersebut juga menjadi pertimbangan
dari anda sekalian para supporter...
Melalui goresan saya ini, saya ingin
menghimbau kepada seluruh
supporter yg akan hadir di stadion
Jalak Harupat besok. Baik pendukung
Persib Bandung maupun pendukung
Persija Jakarta, yg mungkin hadir
dengan memakai atribut lain. Marilah
kita jaga atmosfer pertandingan besok
agar tetap dalam keadaan aman,
nyaman, terkendali serta dalam
koridor-koridor sportifitas. Jauhkanlah
sikap-sikap fanatisme kedaerahan
serta tidakan anarkis, yg pada
akhirnya akan dapat mencoreng dunia
persepakbolaan negeri ini..
Mari kita saling bahu-membahu untuk
memajukan dunia persepakbolaan kita
ini, dengan berperilaku yg sewajarnya
serta menjunjung tinggi rasa
sportifitas. Mari kita kembali kepada
hakekat awal dari olahraga sepakbola
itu sendiri. Dimana diatas segala
rivalitas yg mengakar tersebut,
sepakbola itu sendiri dimainkan untuk
menjalin silaturahmi, persahabatan,
persatuan serta persaudaraan...
Semoga pada pertandingan besok,
apapapun hasil akhir dari
pertandingan itu sendiri. Kita masih
dapat menjaga harkat dan martabat
kita, sebagai manusia-manusia yg
beradab serta menjunjung tinggi
slogan yg bernama "Sportifitas".
Karena sejatinya:
"Berbeda Bendera Bukan Berarti
Kita Tidak dapat Bersahabat"
Selesai..
Published with Blogger-droid v1.6.8